"Sini pelukin aku klepon!" pintanya
manja padahal terpaksa. Terpaksa oleh sebab dua per tiga ranjang habis kusapu
utuh. "Jangan ngerasa sendiri, ada aku." Ya, jika tidak, mungkin selama
ini aku bipolar, atau butuh Habib buat ruqyah, atau kamu thanos tapi
buntet.
Ya, kamu yang kutinggali dengan sukarela, mungkin juga tidak, yang bukan
urusanmu. Lambai memo setengah tahun lalu yang oleh mana dipertemukan insan
kapitalis. Rasanya manis, hingga pahit kemudian. Bumi ini jadi segitiga,
kotak, jajar genjang, sebut semua dimensi dua.
Kamu : Aku tuh kalo jalan ya yang lurus aja, mau lari juga ada pagernya,
awan. Empuk, enak kalo nabrak. Gak kaya kamu, kalo lari, nabraknya
kawat duri awas anjing galak, nusuk - nusuk, sakit.
H : Iyak, kadang gada kawatnya, langsung jurang, gunung, lembah, cem ninja hatori.
Kamu : Kenapa sih?
H : Biar rasa itu gaenak, biar bersyukur.
Kamu : Kan bisa yang lain. Gak harus gitu.
H : Betul.
Kamu : Terus?
H : Terus ada kamu ngikut. Ngerepotin.
Kamu : Tapi sayang?
H : Enggak.
Kamu : Kenapa?
H : Biar kalo iya, kamu bersyukur.
Kamu : Yaudah aku dijurang aja terus sama kamu
H : Gaboleh
Kamu : Kenapa?
H : Biar lebih bersyukur kalo kamu jalan lagi.
Kamu : Urusanku!
H : Iyak, tempatin aja, aku yang pindah.
H : Kalo bisa.
-Tiga Puluh Dua-