Monday, 1 December 2014

Tigabelas

Kala waktu jalin akibat dengan sebab, pria ini membuka kamusnya, sekadar memilah sebab. Mungkin juga pada akibat. Indra kamu meluka. Penertawaan kawan berjejak halang hujan dari kedua mata hitam. Juga sembunyi babat putih. Pria ini terus mencari sembarang reaksi akan aksi laku pada dunia.

Kala waktu songsong sebab menilik akibat pada laju kian deru melaku. Masa hidup pria ini terengah saat pandang  bingkai sekar. Jinak memburu kabut kala senja untai malam. Kamu terlihat pasif. Meringkas lidah belot nyata jadi maya. Tangkas iringi daur napas menyeringai manusia. Pria ini memanusiakan taban agar perca berkawan.

Kala waktu mengadu, sebab hilang akibat. Pria ini masih bergumul dengan sutra. Ya, sutra kian perca ditempat yang sama. Kamu tak memilih hilang, hanya buta kakinya. Jika mata jadi sebab, maka hilang tangan. Dulu, pria ini serupa itu. Tercium kembali sengat dalam kamusnya. Kamu salahkan poros.

Kala waktu tau akan batasnya, sebab akibat berlalu. Pria ini acuhkan raga serta indra. Kamu menggetah seraya bungkuk. Kecap tak lagi rasa. Mungkin lidahnya sengaja hilang, atau ubah indra jadi pedang. "Ah biarlah, aku tau esok tak lagi sama dengan kemarin," pikirnya. Dalam ruangNya, pria ini masih mengabu pada kamusnya.

"Pria ini bawa pandora dalam kamusnya!" 


No comments:

Post a Comment