Saturday, 8 November 2014

Empat

Sambil membawa kesal, aku mendatanginya dengan senyum. "Yuk pulang, udah malem nih". Ah aku memang tak lihai berbicara gamblang, Ku lihat kembali raut mukanya, tampak bingung, mungkin. "Yuk, tapi kamu kenapa?" tanyanya yang harusnya jelas dia punya jawaban untuk itu. Aku tetap bergeming. Ku nyalakan motor, lalu menawarinya duduk agar tanyanya tetap menggantung sampai rasa diujung ubun.

Kamu duduk, dengan pertanyaan yang sama."Enggak, gapapa" timpalku sampai suasana diujung upacara bendera dengan latar lagu mengheningkan cipta. Saking khidmatnya, kita diam. Angin makin kencang disini, "Emas itu ketika kamu tak sedang dipuncak, tak sedang berkata, merasa." Sial, ini bukan tentang emas dipuncak. Kamu masih diam. mungkin sudah sampai diubun, pikirku.

Sampai dirumahnya, kamu berucap dengan mata coklat memerah. Yah, dunia mana yang tak bergetar melihatnya. Ku matikan mesin, lalu masuk dalam perkara. "Jadi, kita ini lagi jalan, aku dibelakang liat punggung kamu. Kamu didepan liat masa depan. Kamu lari, aku bingung. Kamu terus keenakan lari, sampe suara aku manggil kamu gak kedengeran. Aku ngarepnya ada Mak Lampir jadi Justin Bieber, Justin Bieber jadi Agung Hercules, Agung Hercules jadi Presiden biar kamu bosen didepan terus noleh kebelakang liat aku. Cuma liat kok, udah cukup, cukup buat bekel jalan ngikutin kamu. Kamu, iya kamu masa depan." 
-Empat-

No comments:

Post a Comment